Nyero.ID – Dieng Culture Festival (DCF) 2019 boleh saja telah berakhir, tetapi kemeriahan dan kemegahan acara tersebut masih membekas di hati para pengunjungnya. Acara tahunan yang telah berumur sepuluh tahun tersebut memang menjadi daya tarik utama wisatawan untuk berkunjung ke Dataran Tinggi Dieng.
Setiap tahunnya, DCF selalu penuh dengan pengunjung yang berasal dari seluruh Indonesia dan mancanegara. Untuk tahun 2019 saja tercatat sekitar 177 ribu orang memenuhi pergelaran DCF yang diselenggarakan pada 2-4 Agustus 2019 lalu. Menurut panitia penyelenggara, pengunjung DCF tahun ini lebih banyak dibandingkan dengan tahun lalu.
DCF merupakan salah satu event wisata yang ditunggu-tunggu setiap tahunnya dan sering masuk ke dalam review lengkap Dieng di berbagai ulasan wisata. Apa yang membuat DCF begitu diminati? Berikut ulasannya:
Berusia 10 Tahun
Sebelum populer dengan nama Dieng Culture Festival, acara serupa bernama Pekan Budaya Dieng diselenggarakan 3 tahun sebelum DCF resmi digelar. Lewat kerjasama antara Pokdarwis Dieng Pandawa dan Equator Sinergi Indonesia, serta Dieng Ecotourism acara DCF resmi digelar pada tahun 2010.
Tujuan utama dari Dieng Culture Festival adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat yang bermukim di Dataran Tinggi Dieng. Acara yang dilaksanakan juga merupakan gabungan dari wisata alam dan wisata budaya lokal.
Ruwatan Rambut Gimbal
Fenomena rambut gimbal yang terjadi di Dieng terbilang cukup unik. Pada anak-anak Dieng yang berusia 40 hari hingga 6 tahun, secara acak akan tumbuh rambut gimbal alami. Fenomena ini sudah terjadi sejak dahulu dan dianggap sebagai wasiat dari Kyai Kala Dete yang merupakan abdi Kerajaan Mataram Islam yang diperintahkan untuk menyiapkan pemerintahan di Dataran Tinggi Dieng.
Ruwatan Rambut Gimbal ditujukan untuk melindungi anak-anak yang berambut gimbal dan masyarakat Dieng pada umumnya dari nasib buruk dan pengaruh negatif. Prosesi ruwatan dilaksanakan setelah para tetua adat melaksanakan ritual di berbagai tempat sakral yang ada di Dataran Tinggi Dieng, seperti Sendang Maerokoco, Candi Arjuna, Telaga Balekambang, Kawah Sikidang, dan Kali Pepek. Baca review lengkap Dieng di ShopBack.
Masyarakat Dieng sangat percaya jika semakin banyak anak yang berambut gimbal maka akan semakin sejahtera pula masyarakat yang berada di sana. Percaya atau tidak, tetapi patut diyakini jika anak-anak berambut gimbal inilah yang menjadikan Dieng terkenal dan dikunjungi oleh banyak wisatawan.
Pada prosesi tahun 2019 ini, total ada 11 anak berambut gimbal yang akan diruwat, semuanya perempuan. Rambut gimbal mereka akan dipotong dan dilarung di Telaga Balekambang.
Sebelum diruwat, anak-anak berambut gimbal ini biasanya memiliki permintaan unik dan aneh yang kadang membuat orang tua dan para sesepuh kebingungan. Untungnya, tahun ini permintaan ke-11 anak yang akan diruwat tidak terlalu susah sehingga bisa dikabulkan dengan mudah.
Festival Jazz Atas Awan
Festival Jazz Atas Awan menjadi atraksi favorit kedua para wisatawan setelah Ruwatan Rambut Gimbal. Penampilan musik jazz digelar di Lapangan Pandawa yang berada di kompleks Candi Arjuna.
Jazz Atas Awan dimulai sekitar pukul 19:30 WIB pada tanggal 2 Agustus 2019. Walaupun suhu udara mencapai 10 derajat celcius, pengunjung DCF tetap memadati lokasi acara. Mereka yang tidak mendapatkan tiket sampai rela menonton dari jauh hingga di luar pagar pembatas.
Malam itu, panitia DCF menyiapkan kejutan untuk para pengunjungnya. Setelah penampilan memukau dari Gugun Blues Shelter, panitia kemudian menghadirkan tamu rahasia yaitu Pusakata. Namanya mungkin belum familier, tetapi bagi mereka yang menggandrungi Payung Teduh pasti sudah tidak asing dengan Pusakata.
Setelah memutuskan keluar dari Payung Teduh, Mohammad Istiqamah Djamad atau Is kini memakai nama panggung Pusakata. Penampilannya cukup membuat heboh pengunjung Jazz Atas Awan.
Selain membawakan lagu-lagu bertempo pelan dan syahdu yang sudah cukup populer, seperti Akad dan Perempuan yang Sedang dalam Pelukan, dia juga membawakan beberapa lagu dengan tempo yang cukup cepat membuat pengunjung lebih enerjik dan melupakan dinginnya udara malam Dieng. Jazz Atas Awan kemudian ditutup dengan penampilan Jess Kidding dari Purwokerto.
Festival Lampion
Festival Lampion menjadi ikon terkenal selanjutnya dari Dieng Culture Festival. Pelepasan lampion ke langit Dieng dilakukan pada malam puncak gelaran DCF, yaitu pada Sabtu, 3 Agustus 2019.
Dinginnya udara Dieng yang menusuk seakan tidak dirasakan oleh para pengunjung. Pelepasan lampion diiringi lagu Tanah Airku membuat seluruh peserta ikut bersenandung dan larut dalam syahdunya malam.
Sayangnya, Festival Lampion tahun ini merupakan yang terakhir. Lewat akun Instagram resminya, panitia mengabarkan jika DCF tahun 2020 mendatang, tidak akan mengadakan Festival Lampion lagi.
Festival lampion di DCF memang menimbulkan banyak pro dan kontra. Salah satu pihak yang keberatan adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. KLHK bahkan sudah memberikan surat kepada pihak panitia yang berisi potensi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh lampion.
Namun, bagi calon pengunjung DCF tahun 2020 tidak perlu kecewa. Pihak DCF akan memberikan atraksi lain yang tidak kalah menarik untuk mengganti kegiatan Festival Lampion.
Meskipun masih cukup lama, tetapi tidak ada salahnya untuk mempersiapkannya dari sekarang. Biar lebih hemat lagi, cek promo spesial dari ShopBack yang menawarkan berbagai cashback untuk setiap pembelian paket wisata ke Dieng Culture Festival.