Nyero.ID – Gunung Kawi merupakan lokasi wisata ritual yang identik dengan aktifitas mistis seputar pesugihan.
Gunung dengan ketinggian mencapai 2.551 Mdpl ini terletak di Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Malang, Jawa Timur.
Lokasi Gunung Kawi bersebelahan dengan Gunung Butak yang berada di sebelah kanan. Secara geografis, lokasi gunung ini berada di sebelah barat kota Malang, dengan jarak kurang lebih sekitar 40 Km.
Setidaknya dibutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan melewati kota Kepanjen, di Kabupaten Malang.
A. Sejarah Gunung Kawi
Lokasi pembukaan hutan di Gunung Kawi bermula ketika Pangeran Diponegoro tertangkap pada tahun 1830.
Salah satu pengikutnya, yaitu Kyai Zakaria II yang dikenal sebagai penasihat spiritual Pangeran Diponegoro melarikan diri ke wilayah Jawa Timur dan mengganti namanya menjadi Eyang Sujugo atau Eyang Jugo.
Kepada muridnya yang bernama RM. Iman Sujono (Eyang Sujo) yang tak lain adalah senopati Pangeran Diponegoro, Eyang Jugo memerintahkan untuk membuka hutan di sebelah selatan Gunung Kawi.
Eyang Jugo pun berwasiat bahwa dirinya ingin dimakamkan di tempat tersebut. Ia juga meramalkan bahwa kelak lokasi tersebut akan ramai dikunjungi orang dan menjadi tempat pengungsian.
B. Jalur Pendakian Gunung Kawi

Gunung Kawi merupakan salah satu objek wisata dengan keunikan tersendiri, dimana banyak ditemukan jejak situs peninggalan sejarah bergaya Tiongkok di sekitar kaki gunung.
Di sepanjang jalan pun para pengunjung akan menjumpai bangunan-bangunan dengan gaya arsitektur khas Tiongkok, salah satunya adalah keberadaan kuil atau klenteng yang merupakan tempat sembahyang bagi penganut Kong Hu Chu.
Di lokasi ini juga sudah tersedia berbagai fasilitas seperti hotel, losmen maupun penginapan di rumah penduduk bagi pengunjung yang ingin bermalam di lokasi wisata ini.
Adapun jalan dari tempat parkir menuju ke lokasi pemakaman atau pesarean berupa tangga sepanjang kurang lebih 750 meter dengan kemiringan mencapai hampir 35 derajat.
Selain penginapan, di lokasi ini juga terdapat banyak stan penjual bunga untuk sesaji dan juga warung makanan maupun souvenir.
Di lereng Gunung Kawi terdapat dua buah patung raksasa yang dianggap sebagai penjaga pintu gerbang.
Selanjutnya pengunjung akan menjumpai gapura satu sampai tiga hingga berada di area plataran pesarean Gunung Kawi.
Pada jalur pendakian ke puncak Gunung Kawi, diawali dengan masuk ke gerbang Kawisari dan dilanjutkan dengan perjalanan menuju ke perkebunan teh Senggrong.
Jalur pendakian yang banyak dipilih adalah melalui Keraton yang terletak di dusun Gendogo, Balesari, Kecamatan Nganjum, Malang. Aroma dupa yang begitu menyengat bisa langsung tercium begitu tiba di lokasi Keraton.
Dengan jalur pendakian ini dibutuhkan waktu sekitar 11 jam menuju ke puncak gunung.
Di sepanjang jalur pendakian tersebut pendaki masih bisa melihat rimbunnya tumbuhan di sekitar jalan, sementara mendekati puncaknya kondisi jalanan semakin berlumut.
Belum adanya papan penunjuk arah mengharuskan para pendaki memberikan tanda di sekitar jalan yang telah dilalui.
Bagi para pendaki sangat dianjurkan untuk selalu menjaga lisan dan sikapnya selama melakukan pendakian menuju ke puncak Gunung Kawi.
Pasalnya sikap dan lisan yang sembrono bisa menimbulkan resiko tertentu yang akan menjadi kendala di perjalanan. Di area puncak gunung, para pendaki akan menjumpai sumber air berupa telaga.
Baca Juga: Pesona Memukau Gunung Prau di Dataran Tinggi Dieng Wonosobo
C. Mitos Seputar Gunung Kawi
Keberadaan Gunung Kawi memang sudah sangat populer sebagai lokasi wisata ritual yang erat kaitannya dengan aktifitas mistis pesugihan.
Dari sekian banyak pengunjung yang mendatangi lokasi wisata ini, beberapa diantaranya pasti memiliki maksud tersendiri untuk mencari pesugihan.
Mitos yang beredar di masyarakat menyebutkan bahwa dengan melakukan ritual di Gunung Kawi secara ikhlas dan pasrah dengan pengharapan yang tinggi terutama yang berhubungan dengan kekayaan, maka akan terkabul keinginannya tersebut.
Mitos ini bahkan telah diyakini oleh banyak orang, terutama ketika mereka merasakan sendiri bagaimana efeknya setelah melakukan ritual.

1. Ritual Jum’at Legi dan 12 Suro
Biasanya banyak pengunjung yang melakukan ritual pada Jum’at Legi atau tanggal 12 Suro di dalam area makam.
Hari dan tanggal tersebut merupakan hari pemakaman kedua pengikut Pangeran Diponegoro, yaitu Eyang Jugo (Kyai Zakaria II) dan juga tanggal wafatnya Eyang Sujo (Raden Mas Sudjono).
Sebelum masuk ke dalam area pemakaman pengunjung disarankan untuk mandi keramas terlebih dahulu dan dilarang memikirkan sesuatu yang buruk ketika berada di dalamnya.
Adapun ritual yang dilakukan biasanya dengan memberikan sesaji, membakar dupa dan juga bersemedi.
2. Pohon Dewandaru
Berada di area pemakaman, orang Tionghoa mengenal pohon Dewandaru sebagai shian-to atau pohon dewa.
Pohon dewandaru atau pohon kesabaran ini konon akan mendatangkan keberuntungan jika buah, dahan atau daunnya jatuh.
Mereka akan menjadikannya sebagai jimat yang dipercaya bisa mendatangkan keberuntungan atau kekayaan.
Caranya adalah dengan membungkus jimat tersebut dengan uang kertas dan memasukkannya ke dalam dompet.
Namun untuk mendapatkan bagian dari pohon dewandaru secara alami bukanlah perkara mudah, butuh kesabaran.
Jatuhnya bagian pohon dewandaru tidak bisa dipastikan sehingga pengunjung harus bersabar menunggu, bisa berjam-jam, berhari-hari bahkan berbulan-bulan demi mendapatkannya.
Menurut legenda, keberadaan pohon dewandaru tersebut berasal dari tongkat Eyang Jugo yang ditancapkan di area gunung Kawi agar terlindung dari gangguan manusia maupun makhluk halus.
3. Guci kuno
Konon guci kuno yang ada di pemakaman ini digunakan oleh Eyang Jugo untuk pengobatan.
Dan saat ini air dalam guci kuno tersebut diyakini akan membuat seseorang menjadi awet muda jika meminumnya.
Air dari dua buah guci tanah tersebut sering disebut dengan istilah air jamjam.
4. Padepokan Eyang Sujo
Pada zaman dulu, padepokan Eyang Sujo digunakan sebagai tempat untuk berdakwah mengajarkan ajaran Islam, ajaran Kejawen, pengobatan, keterampilan bercocok tanam, ilmu kanuragan dsb.
Di padepokan ini juga terdapat beberapa benda keramat peninggalan Eyang Sujo, diantaranya adalah bantal guling yang terbuat dari batang pohon kelapa dan tombak pusaka peninggalan perang Diponegoro.
5. Petilasan Prabu Sri Kameswara
Berada di ketinggian 700 meter, terdapat keraton yang dulunya merupakan tempat pertapaan Prabu Kameswara.
Untuk mencapai ke lokasi ini, dibutuhkan waktu sekitar 30 menit dari lokasi pemakaman.
Prabu Kameswara merupakan pangeran Kerajaan Kediri yang bertapa di Gunung Kawi setelah kerajaannya mengalami kekacauan politik.
Konon setelah bertapa, sang Prabu berhasil menyelesaikan konflik di kerajaannya. Saat ini petilasan tersebut banyak digunakan sebagai tempat untuk pemujaan dan ritual mencari pesugihan.
6. Persembahan tumbal
Pesugihan juga identik dengan adanya persembahan atau tumbal agar kekayaannya semakin meningkat.
Menurut mitos yang beredar di masyarakat, seseorang yang berhasil mendapatkan pesugihan di Gunung Kawi biasanya akan mendapatkan kekayaan yang melimpah sehingga kehidupan ekonominya pun membaik.
Dengan kekayaan yang berlimpah tersebut, maka diharuskan untuk memberikan tumbal.
Tumbalnya pun tidak main-main karena yang ditumbalkan adalah manusia yang masih memiliki hubungan darah dengan orang tersebut.
Tumbal tersebut nantinya akan dijadikan sebagai pesuruh di kerajaan gaib Gunung Kawi. Biasanya tumbal tersebut akan meninggal secara tiba-tiba, ngeri ya!
Menurut salah satu juru kunci Gunung Kawi, asal usul mitos tentang pesugihan bermula ketika kedatangan seseorang dari daratan China yang bernama Ta Kie Yam atau Tamyang.
Tujuannya datang ke Gunung Kawi semata-mata karena ingin berterimakasih kepada Eyang Jugo yang telah menolong ibunya dulu sewaktu dirinya masih dalam kandungan.
Karena Eyang Jugo sudah wafat maka Tamyang berinisiatif untuk merawat makamnya bahkan mendirikan bangunan khas Tiongkok sebagai tempat untuk bersembahyang.
Sejak saat itu banyak peziarah yang mengunjungi Gunung Kawi, namun sayangnya mereka memiliki maksud tertentu untuk mencari kekayaan atau pesugihan, dan bukan meneladani sikap Eyang Jugo yang bijak dan suka menolong.
Baca Juga: Gunung Sinabung, Kedahsyatan Letusan dan Pesona Keindahan Tersohor di Sumatera
Eyang Jugo memang dikenal sebagai sosok yang bijak, religius dan memiliki kemampuan spiritualis yang tinggi.
Dengan sikap dan kemampuannya, banyak yang mengsumsikan bahwa keberadaan makam Eyang Jugo di Gunung Kawi bisa mendatangkan kekayaan hingga akhirnya mitos berkembang dan Gunung Kawi menjadi sangat populer sebagai tempat untuk mencari pesugihan.
Versi lain yang beredar berhubungan dengan keberadaan mustika di Gunung Kawi yang mampu mendatangkan kekayaan.
Dimana untuk mencapai keinginan tersebut, seseorang harus benar-benar memiliki niat yang kuat, yakin dengan tujannya, dan rela dengan syarat yang harus dipenuhi.