Nyero.ID – Jambi merupakan sebuah provinsi di Pulau Sumatera, tepatnya di wilayah pesisir timur bagian tengah.
Provinsi dengan semboyan “Sepucuk Jambi Sembilan Lurah” ini terkenal dengan lagu daerahnya yang berjudul Injit-injit Semut.
Selain lagu daerah, Jambi juga memiliki tarian tradisional Rentak Besapih yang menggambarkan keserasian dan keharmonisna kehidupan meskipun berasal dari berbagai etnis, suku, dan latar belakang yang berbeda.
Seperti wilayah lainnya di Indonesia, Jambi memiliki rumah adat yang unik dengan gaya arsitekturnya yang khas.
Kota yang identik dengan budaya Melayu ini bisa dikenali dari bentuk bangunannya yang bersejarah.
Rumah adat Jambi dikenal dengan sebutan Rumah Panggung Kajang Leko, yang konsep arsitekturnya berasal dari Marga Batin.
Hingga saat ini pun masyarakat Batin tetap mempertahankan adat istiadat yang budaya nenek moyang yang keindahannya masih bisa dinikmati.
Salah satu perkampungan Batin yang memiliki sejarah unik dan masih lestari adalah di Rantau Panjang.
Nama Rumah Adat Jambi Beserta Gambar & Penjelasan Uniknya
1. Rumah Adat Kajang Leko atau Rumah Lamo

a. Ciri Khas dan Keunikan Rumah Adat Kajang Leko
Rumah adat Jambi ini memiliki beberapa ciri khas tersendiri yang membedakannya dari jenis rumah adat lainnya, yaitu:
Memiliki bentuk rumah panggung yang dilengkapi dengan dua buah tangga, satu sebagai tangga utama dan lainnya sebagai tangga tambahan yang disebut dengan istilah penteh.
Pada bangunan rumah adat ini terdapat tiga jenis pintu, yaitu:
Pintu tegak yang berada di sebelah kiri bangunan dan berfungsi sebagai pintu utama. Ukuran pintu dibuat rendah agar tamu yang memasuki rumah menundukkan kepala sebagai tanda hormat kepada pemilik rumah.
Pintu masinding yang terletak di ruang tamu dan berfungsi sebagai jendela dan ventilasi yang sekaligus bisa digunakan untuk melihat ke bawah.
Pintu ini juga akan memudahkan orang-orang yang berada di bawah untuk mengetahui apakah upacara adat yang diselenggarakan sudah dimulai.
Pintu balik melintang yang merupakan jendela pada tiang bilik melintang, pintu ini biasanya digunakan oleh pemuka adat, ninik mamak, alim ulama, dan cerdik pandai.
Bentuk atap rumah adat ini sangat unik karena menyerupai bentuk perahu dengan cabang melengkung dan saling bertemu.
Lengkungan tersebut dikenal dengan istilah potong jerambah atau lipat kajang. Bentuk atap tersebut dimaksudkan untuk memudahkan terjadinya sirkulasi udara dan sekaligus memudahkan aliran air saat turun hujan.
Sedangkan kasau bentuk merupakan atap yang berada di ujung sebelah atas dengan bentuk miring yang terdapat pada bagian depan dan belakang rumah.
Bentuknya yang miring berfungsi untuk mencegah air hujan masuk ke dalam rumah.
Pada bagian dinding terdapat ornamen ukiran dengan berbagai macam motif yang masing-masing memiliki makna filosofi tersendiri.
Misalnya motif berbentuk bunga, daun, dan buah yang menjadi perlambang bahwa hutan merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat Melayu.
Rumah panggung ini berbentuk persegi panjang dengan ukuran 12×9 meter dan dilengkapi dengan 30 tiang penyangga berukuran besar.
Yang terdiri dari 24 tiang utama dan 6 buah tiang pelamban. Tiang utamanya dipasang dalam bentuk enam dan berfungsi sebagai tiang bawah dan tiang kerangka bangunan.
Konstruksi rumah adat Jambi memiliki desain yang cukup unik, dimana pada bagian atap dikenal dengan sebutan gajah mabuk.
Sementara pada langit-langit rumah menggunakan material yang disebut tebar layar yang fungsinya sebagai pemisah antara loteng dengan ruang penyimpanan.
Terdapat juga tangga tambahan yang disebut pateteh untuk naik ke atas loteng.
b. Bagian Utama Rumah Adat Kajang Leko
Rumah yang menjadi identitas budaya Jambi ini dahulu merupakan bangunan untuk tempat tinggal. Sehingga berdasarkan fungsinya sebagai hunian, rumah adat ini terbagi menjadi beberapa ruangan seperti berikut:
Ruang Pelamban, yang terletak di bagian kiri bangunan dengan struktur terbuat dari material bambu belah yang sudah diawetkan, dimana susunannya dibuat jarang agar air bisa tetap mengalir.
Ruangan ini difungsikan sebagai tempat untuk menerima tamu yang belum mendapatkan izin masuk ke dalam rumah.
Gaho, yang terletak di sebelah kiri bangunan namun dengan posisi memanjang dengan hiasan ukiran pada bagian dindingnya.
Ruangan ini berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan persediaan makanan sekaligus sebagai area dapur untuk memasak.
Masinding, yang terletak di bagian depan kiri dengan ukuran yang cukup luas dan berfungsi sebagai tempat untuk menyelenggarakan musyawarah maupun ritual kenduri.
Beberapa ornamen ukiran yang menghiasi memiliki motif bungo jeruk pada bagian luar dari belandar atas pintu, motif tampuk manggis pada bagian atas pintu masuk, dan motif bungo tanjung pada bagian depan masinding.
Ruang tengah, yang terletak di bagian tengah bangunan dan tidak terpisah dari masinding. Ruangan ini menjadi tempat berkumpulnya para wanita ketika acara kenduri sedang berlangsung.
Ruang Balik Menalam, yang terbagi dalam beberapa ruangan. Seperti kamar tidur untuk orang tua, kamar tidur untuk anak-anak, dan ruang makan.
Ruang Bilik Malintang, yang terletak di sebelah kanan dengan posisi menghadap ke ruang masinding dan ruang tengah.
Pada ruangan ini lantainya dibuat lebih tinggi dari ruangan lainnya.
Bauman, yang merupakan satu-satunya ruangan dalam rumah adat Jambi yang tidak dilengkapi dengan lantai.
Fungsinya adalah sebagai tempat memasak ketika ada acara kenduri atau kegiatan kemasyarakatan lainnya.
2. Rumah Tuo Rantau Panjang

Selain Rumah Adat Kajang Leko, di Jambi juga terdapat rumah adat Merangin yang dikenal dengan sebutan Rumah Tuo Rantau Panjang.
Rumah adat ini berada di Desa Rantau Panjang, Kabupaten Merangin yang merupakan tempat tinggal Suku Batin.
Di wilayah ini terdapat sekitar 80 buah bangunan rumah adat yang masih berdiri dengan kokoh dengan bentuk rumah panggung dan konstruksi bangunan yang unik.
Rumah adat ini terbuat dari material kayu dengan beberapa tiang penyangga dan usianya diperkirakan kurang lebih 500 tahun.
Rumah adat ini memiliki ciri khas berbentuk memanjang ke arah samping dengan dilengkapi tangga, pintu, dan juga beberapa buah jendela dengan ukuran yang cukup besar.
Atapnya berbentuk segitiga memanjang dengan rangka susun yang menyilang.
Meskipun rumoh tuo rantau panjang pada zaman dulu menggunakan atap ijuk, namun banyak juga yang kemudian menggunakan atap seng karena bahan ijuk yang semakin sulit dicari.
Ukuran pintu masuk yang tingginya hanya sekitar 89 cm menjadi ciri khas tersendiri sehingga tamu yang datang harus menunduk ketika memasuki rumah.
Pintu ini menjadi simbol tata krama dan kesopanan yang masih terjaga dan dilestarikan oleh masyarakat.
Setidaknya ada 11 pintu pada rumah adat ini dengan ukuran yang berbeda-beda. Pada bagian selatan rumah terdapat 4 pintu, yaitu pintu kamar, pintu ruang baliak mendalam, pintu gedang, dan pintu dapur.
Sementara pada bagian utara terdapat 5 pintu, yaitu satu pintu masuk dan 4 pintu gedang. Sedangkan pada bagian barat terdapat 1 pintu dapur dan di bagian pintu juga terdapat 1 pintu yang letaknya berada di dapur juga.
Ruang pertemuan pada rumah adat ini masih terbagi menjadi tiga bagian dengan sekat pemisah berukuran 10 cm.
Pada lantai yang agak tinggi terdapat Balai Melintang yang diperuntukkan bagai Ninik Mamak, cerdik pandai, dan juga ulama.
Sementara lantai tengah digunakan untuk keluarga dan lantai lorong menuju ke ruangan diperuntukkan bagi para pekerja.
Rumah adat ini memiliki keunikan tersendiri karena menggunakan kayu sendi sebagai bantalan tiang penyangga. Hal ini menjadikan rumah ini relatif aman dan tahan gempa.
Selain itu, rumah yang mampu bertahan hingga ratusan tahun ini ternyata diolesi dengan getah pohon ipuh setiap lima tahun sekali sehingga tetap awet.
Rumoh Tuo Rantai Panjang bukan hanya berfungsi sebagai tempat tinggal saja, rumah adat ini juga menjadi museum dengan berbagai koleksi benda tradisional di dalamnya.
Pada bagian dinding dan penyangga rumah terdapat berbagai hiasan ornamen berupa ukiran dengan motif-motif yang sarat akan makna filosofi.